Daun Dewa merupakan salah satu tanaman herbal yang diusahakan Petani untuk memenuhi bahan baku industri obat sekaligus melestarikan lingkungan hidup. Dalam rangka melaksanakan budidaya daun dewa yang baik (Good Agricultura Practice) berikut ini kami sajikan budidaya dan pasca panen daun dewa.
A. Budidaya Daun Dewa
Budidaya tanaman obat, termasuk daun dewa, dilakukan untuk tujuan melestarikan lingkungan hidup dan memenuhi bahan baku obat tradisional. Dalam budi daya tanaman obat, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Setiap tahap mempunyai ciri tersendiri dan memerlukan perhatian khusus. Masalah penanganan pasca panen juga ikut berperan dalam menentukan mutu atau kualitas bahan yang dihasilkan.
1. Lokasi Tumbuh
Daun dewa dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 1.200 m dpl (dari permukaan laut). Disamping itu, tanaman tersebut tumbuh di daerah yang beriklim sedang sampai basah dengan curah hujan 1.500 – 3.500 mm/tahun dengan tanah yang agak lembab sampai subur.
2. Persiapan Lahan
Lahan yang akan ditanami bisa disiapkan dengan membuat bedengan–bedengan selebar 2 m dan panjangnya disesuaikan dengan lahan. Di bedengan tersebut dibuat lubang tanam dengan ukuran sekitar 20 x 20 x 20 cm.
3. Pembibitan
Memperbanyak tanaman daun dewa bisa dilakukan dengan stek batang dan tunas akar. Stek batang dibuat dengan panjang antara 15-20 cm dan bagian bawah batang dipotong miring agar daerah tumbuh perakaran menjadi lebih luas. Stek ditanam di persemaian dengan cara dibenamkan sepertiga bagian ke dalam media tanam. Media tanam untuk persemaian terdiri dari campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 70:30 atau 50:50. Cara memperbanyak dengan tunas yang diambil dapat dengan atau tanpa akar. Penanaman tunas dilakukan seperti stek batang. Memperbanyak daun dewa sangat mudah dilakukan, yakni dengan cara stek cabang sekunder, umbi, atau tunas anakan. Penyiraman harus dilakukan setiap hari. Lama persemaian sekitar 3 bulan.
4. Penanaman
Sambung nyawa yang diperoleh dari setek yang sudah berakar bisa ditanam di lubang-lubang tanam yang sudah disiapkan setelah berumur sekitar 3 bulan. Jarak tanam ideal adalah 50x75 cm.
Sementara itu, penanaman daun dewa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Umbi tanaman bisa langsung ditanam, dalam beberapa hari, di atas umbi akan tumbuh anakan.
b. Jika tingginya sudah mencapai 15-20 cm, anakan bisa dipisahkan dari umbinya, selanjutnya anakan tanpa akar tersebut dapat ditanam kembali.
c. Jika tanaman sudah tua, dari atas tanaman timbul tangkai-tangkai anakan. Jika tingginya sudah mencapai 15 cm, dipotong dan ditanam kembali.
5. Pemupukan
Pemupukan sebaiknya menggunakan pupuk organik, berupa pupuk kandang atau kompos. Pupuk tersebut diberikan sekitar 5 gram untuk setiap tanaman. Pupuk diberikan 3-7 hari sebelum penanaman dengan cara diaduk dengan tanah di dalam lubang tanam.
6. Perawatan Tanaman
Penyiraman sangat memegang peranan penting terhadap penampilan daun. Karena itu, harus dilakukan secara rutin setiap hari. Penyiangan atau pemberantasan rumput-rumput dan tumbuh pengganggu (gulma) harus dilakukan secara rutin.
7. Penanggulangan Hama dan Penyakit
Hama utama yang menyerang daun dewa adalah ulat jengkel (Nyctemera coleta) dan kumbung Psylliodes sp. Ulat jengkel memakan daun sampai habis dan yang tersisa hanya tulang daun. Sementara itu, serangan kumbang mengakibatkan daun menjadi berlubang-lubang. Untuk mengurangi sarangan hama tersebut harus dilakukan pemangkasan daun-daun yang rusak, berlubang-lubang, dan daun yang menyentuh tanah. Jika terjadi ledakan hama, perlu digunakan insektisida sintetis, seperti Dikhlorvos atau Fentrotion dengan dosis 1 ml atau 1 gram per liter sebanyak 4-5 helai kearah pucuk.
8. Panen
Panen pertama dapat dilakukan saat tanaman berumur sekitar 4 bulan. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik atau memangkas daun sebanyak 4-5 helai daun kearah puncak. Di batang bekas pangkasan akan tumbuh tunas-tunas baru yang dapat dipanen kembali secara bertahap.
B. Penanganan Pasca Panen
Pasca panen merupakan suatu tahap pengolahan dari bahan-bahan yang telah dipanen. Pengolahan pascapanen harus dilakukan secara benar, karena akan berpengaruh terhadap kualitas dan zat berkhasiat yang terkandung dalam tanaman obat yang akan digunakan. Salah satu contoh penanganan pascapanen adalah dibuat simplisia.
1. Proses Pembuatan Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan untuk obat, belum mengalami pengolahan apapun, dan jika tidak disebutkan lain, simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral. Simplisia nabati adalah simplia berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau eksudat tanaman. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan, dan kegunaannya, simplisia harus memenuhi persyaratan minimal.
2. Tahap Pembuatan Simplisia
a. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman saat panen, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh.
b. Sortasi Basah
Kegiatan sortasi perlu dilakukan untuk membuang bahan lain yang tidak berguna atau berbahaya.
c. Pencucian
Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air sebaiknya dicuci sesingkat mungkin.
d. Perajangan
Tanaman yang baru diambil sebaiknya tidak langsung dirajang, tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari.
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan.
f. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda asing, seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal.
g. Pengepakan dan Penyimpanan
Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk melindungi agar simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Sebaiknya simplisia disimpan di tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar matahari langsung.
h. Pemeriksaan Mutu
Simplisia harus memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, atau Materia Medika Indonesia.
Sumber :
http://ditjenbun.deptan.go.id
0 komentar:
Posting Komentar